Jesse Silverberg dan Matt Bierbaum, mahasiswa doktoral di Departemen Condensed Matter Physics Universitas Cornell, berpendapat bahwa musik agresif dan tarian kekerasan yang menyertainya bisa menjadi kunci untuk memahami situasi ekstrim seperti kerusuhan. Selama 2 tahun terakhir, Silverberg dan Bierbaum telah mempelajari moshing dalam konser heavy metal. Mereka menggunakan teori gerak kolektif dan sifat fisik gas untuk lebih memahami kekacauan para penggemar heavy metal.
Moshing tak lain adalah menari di antara para penggemar heavy metal yang berdesak-desakan dan menubruk satu sama lain. Ini adalah bentuk ritual sosial yang artinya telah disamakan dengan semangat yang sifatnya tak terkendali, dinamis dan sering menimbulkan kekerasan.
Silverberg dan Bierbaum mengatakan bahwa fenomena ini juga dapat dipahami dengan menerapkan model partikel gas. Sebagai partikel yang mengapung dalam kelompok, mereka akan lari, menubruk, dan membanting satu sama lain. Partikel mengapung ini terbang dalam pola yang kacau. "Kami tertarik bagimana manusia berperilaku dalam keadaan tereksitasi yang sama," kata Silverberg.
Gerak mosh tadi diamati ilmuwan dengan cara mencermati gerakan kolektif yang bersemangat tanpa menyebabkan cedera atau kematian yang tidak semestinya. Mereka banyak mendatangi klub musik. Silverberg dan Bierbaum mengakui ada pola partikel fisik di gerakan mosh itu.
Selanjutnya, mereka membedakan dua bentuk yang berbeda dari tarianheavy metal itu. Pertama adalah mengikuti pola gas dan kedua bahwa tarian selalu dilakukan dalam rotasi melingkar yang menganut pola pusaran perilaku partikulat. Berdasarkan pengamatan tersebut, mereka menciptakan model komputer interaktif yang menggambarkan perilaku. "Hal yang kami pelajari dalam moshing dapat digunakan untuk membangun stadion yang lebih aman dan lebih baik," kata Silverberg.
0 komentar:
Post a Comment