"Ini adalah pertama kalinya mamalia diberi kemampuan merasakan sesuatu yang melampaui biasanya," kata Miguel Nicolelis, neuroengineer dari Universitas Duke yang memimpin percobaan tikus. Artinya bahwa otak tidak dibatasi oleh tranduser yang ada dalam tubuh kita. Hewan-hewan biasanya tidak dapat melihat jenis cahaya.
Nicolelis terkenal dengan karyanya yang membuat pengendali pikiran prosthetik seperti rencana mengembangkan perangkat yang memungkinkan seorang anak tunadaksa berjalan ke lapangan sepakbola dan membuat tendangan pertama pada Piala Dunia FIFA 2014. Dia mengatakan bahwa kemampuan otak mamalia dewasa untuk menafsirkan cahaya inframerah akan menjadikan proses komunikasi lebih cepat.
Prostetik atau tubuh buatan ini sering membutuhkan kecepatan super karena perangkatnya menggantikan saraf yang telah rusak parah dan tidak bekerja pada kecepatan alami. "Jika Anda sedang membangun tubuh buatan, Anda perlu mengambil keuntungan apapun yang bisa Anda dapatkan," kata Nicolelis.
Untuk sistem tikus ini, Nicolelis dan rekan menanamkan sensor inframerah kecil beberapa milimeter jauh ke dalam otak tikus. Sensor tersebut akan melihat cahaya inframerah dan kemudian mengubah cahaya menjadi pulsa listrik yang sesuai dengan seberapa intens cahaya itu ada. Sinyal-sinyal listrik dari sensor itu kemudian menuju otak pada bagian yang biasanya bekerja ketika merasakan sentuhan di kumis tikus.
Pada awalnya, tikus tidak tahu apa yang membuat sensasi baru. Para peneliti menempatkan mereka dalam sebuah kotak dengan tiga pintu. Pintu satu menyembunyikan sedikit air dan peneliti menandainya dengan cahaya inframerah. Tikus-tikus akan menyodok hidung mereka ke pintu secara acak. Bahkan terkadang menggaruk wajah mereka ketika cahaya inframerah itu merangsang kumis. Setelah sekitar empat pekan, tikus belajar mengayunkan kepala mereka untuk mencari cahaya inframerah.
0 komentar:
Post a Comment